Menelusuri Kekayaan Sejarah Masjid Po Teumeureuhom di Aceh

Kekayaan sejarah Masjid Po Teumeureuhom di Aceh. Temukan mimbar kuno, warisan Sultan Iskandar Muda, dan makna budaya masjid yang luar biasa ini.

Masjid Po Teumeureuhom merupakan salah satu masjid tertua di Aceh yang menyimpan nilai sejarah yang sangat besar bagi masyarakat Tanah Rencong, khususnya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

Terletak di Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie, Masjid Po Teumeuruhom Labui memiliki mimbar berukir berusia berabad-abad, yang dibuat oleh pengrajin Tiongkok sekitar tahun 1612 Masehi. Seiring berjalannya waktu, para pengurus masjid rajin mempercantik mimbar dengan menghiasinya dengan lapisan cat emas, memastikan mimbar selalu tampil segar dan menawan bagi siapa pun yang melihatnya.

Mimbar sudah berdiri di dalam masjid sejak awal dibangunnya Masjid Raya Labui oleh Po Teumeureuhom. Menurut sejarah setempat, masjid ini awalnya bernama Masjid Raya Po Teumeureuhom. Bangunan pertama terbuat dari kayu berat dengan atap jerami, sedangkan dindingnya terbuat dari campuran batu dan kapur. Po Teumeureuhom, yang memerintah sebagai Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607 hingga 1636, bekerja bersama masyarakat untuk membangun masjid melalui upaya kolektif.

Konon, dalam pembangunannya, masyarakat rela berdiri dalam formasi estafet sepanjang kurang lebih 30 kilometer untuk mengangkut batu dari Muara Tiga menuju Labui. Po Teumeureuhom bahkan mendatangkan arsitek dari Tiongkok untuk membantu pembangunan masjid yang kini telah diakui sebagai situs warisan budaya tersebut.

Yacob, salah satu pengurus masjid pada usia 85 tahun, mengenang bahwa pada masa itu, masjid berfungsi sebagai pusat pendidikan Islam. Banyak santri dari Pidie, Aceh Barat, dan Aceh Timur yang datang ke Masjid Raya Po Teumeureuhom untuk mencari ilmu agama.

Terletak kurang lebih 4 kilometer sebelah barat Kota Sigli, Masjid Po Teumeuruhom  Labui dulunya merupakan masjid kerajaan Kerajaan Pedir atau Masjid Kabupaten.

Selain masjid, Po Teumeureuhom juga membangun benteng pertahanan yang disebut Diwai yang mengelilingi masjid. Namun, Diwai telah dibongkar untuk dijadikan jalan bagi pembangunan gedung masjid baru.


Masjid Raya Labui masih memiliki tongkat kuningan sepanjang 1,2 meter dan berat lima kilogram, menyerupai batang tebu yang beruas-ruas. Tongkat ini ditinggalkan oleh Raja Iskandar Muda dari Aceh ketika ia mengunjungi masjid untuk mengumpulkan kekuatan untuk berperang.

Dalam kunjungannya, Iskandar Muda melakukan perjalanan darat dengan menunggangi gajah putih sambil membawa tongkat yang dikenal dengan tongkat Po Teumeureuhom.

Bagi masyarakat setempat, Masjid Po Teumeureuhom tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah dan pendidikan agama tetapi juga sebagai tempat upacara pernikahan bagi pengantin baru.

Arti penting sejarah Masjid Po Teumeureuhom tidak dapat dilebih-lebihkan. Ini merupakan bukti kekayaan warisan budaya Aceh dan semangat abadi masyarakatnya. Keindahan arsitektur masjid, ditambah dengan artefak bersejarahnya, memberikan gambaran sekilas ke masa lalu dan berfungsi sebagai pengingat akan sejarah kejayaan wilayah tersebut.

0 comments:

Posting Komentar