Kisah Inspiratif Masjid Abu Beureueh: Simbol Persatuan dan Ketahanan

Kisah inspiratif Masjid Abu Beureueh, simbol persatuan dan ketahanan di desa Beureunuen. Temukan bagaimana sosok karismatik Abu Daud Beureueh menggalang komunitas untuk berkontribusi terhadap pembangunan masjid yang luar biasa ini.Pembangunan dan pendirian Yayasan Baitul A’la Lilmujahidin. Ini adalah kisah tekad, keyakinan, dan kekuatan komunitas. 

Di desa Beureueh,  Beureunuen, hiduplah seorang tokoh kharismatik dan dihormati bernama Abu Daod Beureueh. Pengaruhnya yang begitu besar membuat masyarakat bersatu padu menyumbangkan hartanya untuk pembangunan Masjid Baitul A’la Lilmujahidin.

Pada tanggal 9 Oktober 1979, Tgk Muhammad Daud Beureueh mendirikan Yayasan Baitul A’la Lilmujahidin sebagai badan hukum yang mengelola masjid dan pendidikan di dalam kompleks tersebut. Muhammad Nur El Ibrahimi diangkat sebagai ketua yayasan, sedangkan Tgk Muhammad Daud Beureueh menjadi Ketua Kehormatan. Saat ini, masjid tersebut dikenal dengan nama Masjid Abu Beureueh.

Masjid Baitul A’la Lilmujahidin merupakan salah satu karya luar biasa dari Tgk Muhammad Daud Beureueh di Beureunuen. Abu Mansor, sekretaris pribadi Abu Daud Beureueh, berbagi cerita tentang masjid yang terkenal dengan nama Masjid Abu Beureueh ini.

Pembangunan Masjid Baitul A’la Lilmujahidin diprakarsai oleh Abu Daud Beureueh pada tahun 1950. Namun akibat konflik Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Aceh, pembangunannya tertunda selama sepuluh tahun. Pada masa ini, Abu Daud Beureueh memimpin pemberontakan melawan pemerintah pusat, karena ia yakin pemerintah Indonesia telah mengingkari janjinya kepada masyarakat Aceh.

Setelah pemberontakan mereda pada tahun 1963, pembangunan masjid kembali dilanjutkan dengan bantuan sumbangan masyarakat. Sosok Abu Daud Beureueh yang karismatik dan disegani menginspirasi masyarakat untuk berkontribusi semaksimal mungkin, meski hanya beberapa butir telur atau segenggam beras. Akhirnya masjid ini berdiri tegak dan diresmikan pada tahun 1972.

Makam Tgk. Daud Beureueh di dalam Komplek Mesjib  Baitul A’la Lilmujahidin


Abu Daud Beureueh-lah yang menganugerahkan nama Baitul A’la Lilmujahidin pada masjid tersebut. Namun namanya masih relatif belum diketahui karena masyarakat lebih suka menyebutnya Masjid Abu Beureueh. Bermodalkan sumbangan materi dari masyarakat berupa infaq dan sedekah (sedekah), Abu Beureueh berinisiatif mendirikan lembaga pendidikan (dayah) di dalam kompleks masjid.

Sayangnya, akibat meningkatnya konflik di Aceh dengan munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Abu Beureueh diculik” dan direlokasi ke Jakarta pada tahun 1979. Hal ini dilakukan karena khawatir GAM akan memanfaatkan pengaruh Abu Beureueh untuk kepentingan mereka sendiri. 

Setahun kemudian, beberapa tokoh Aceh mengunjungi Abu Beureueh yang dipenjara”di kediaman pemerintah di Jalan Wijaya Kusuma No. 6, Jakarta, untuk membicarakan berbagai hal, termasuk pengelolaan Masjid Baitul A’la Lilmujahidin.

Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Muhammad Nur El Ibrahimy, Drs Ma'mun Dawud, Tgk Hasballah Haji, Tgk H M Nur Syik, Tgk Adnan Saud, Tgk H A Wahab Yusuf, Tgk Said Ibrahim, Cekmat Rahmani, Zaini Bakri, Ishak Husein, dan Tgk H Yacob Ali.

Hasil pertemuan tersebut, pada tanggal 9 Oktober 1979, didirikanlah Yayasan Baitul A’la Lilmujahidin sebagai badan hukum yang mengelola masjid dan pendidikan di dalam kompleks tersebut. Muhammad Nur El Ibrahimi diangkat sebagai ketua yayasan, sedangkan Tgk Muhammad Daud Beureueh menjadi Ketua Kehormatan.

Kekayaan masjid kemudian diinventarisasi. Abu Beureueh menyatakan, seluruh harta benda bukan milik yayasan, melainkan milik Allah dan umat Islam, untuk dimanfaatkan demi kemaslahatan ummat yang berada di bawah pengelolaan yayasan.

0 comments:

Posting Komentar